Sunday, February 3, 2013

Learning History from Germany by Wintarsih

Melihat Pembelajaran Sejarah di Jerman (1): Arti Penting Pembelajaran Sejarah di Jerman
Oleh : Wintarsih

      Bagaimana Jerman mengajarkan sejarahnya kepada generasi selanjutnya setelah ia pernah mengalami sejarah kelam masa lalu? Apakah sejarah menjadi pelajaran penting disana? Bagaimana generasi muda jerman memandang sejarahnya? Adakah pengaruh sejarah masa lalu terhadap perkembangan Jerman saat ini?
      Salah satu tujuan akademis dari program beasiswa Group Visits to Germany by Foreign Students ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada para mahasiswa dari negara lain selain Jerman untuk berbagi pengetahuan yang berkaitan dengan subyek yang ingin dipelajari oleh partisipan dengan seminar, kunjungan studi, dan lain-lain. Kegiatan yang dilakukan melalui pertemuan akademis dengan mahasiswa, akademisi dan peneliti di Jerman ini memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar satu sama lain khususnya mengenai pendidikan sejarah sebagai bidang studi kami. Kesempatan ini tentu tidak kami sia-siakan, meski waktu dua belas hari tidaklah cukup untuk mempelajari dan memahami pendidikan sejarah secara keseluruhan di Jerman. Tetapi ada beberapa hal yang kami dapatkan dan mungkin bisa dibagikan.

Pelajaran Sejarah di Jerman
        Jerman tidak memiliki kurikulum nasional. Tanggung jawab pendidikan lebih besar diberikan kepada masing-masing daerah (Länder) dibandingkan pemerintah nasional. Hal tersebut didasarkan kesepakatan dalam Standing Conference of the Ministers of Education and Culture dari 16 Länder yang ada di Jerman pada tahun 2002. Meski demikian standar pendidikan dalam lingkup nasional tetap ada dan terus dikembangkan khususnya dalam pendidikan dasar dan menengah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas pendidikan yang diberikan dimasing-masing wilayah di Jerman.
      Pelajaran sejarah menjadi salah satu pelajaran wajib yang diajarkan di Jerman. Berdasarkan kesepakatan yang dicapai pada bulan Desember 1993, sebagaimana telah diubah pada bulan Juni 2006, oleh Ministers of Education and Cultural Affairs mengenai jenis sekolah dan program pendidikan di tingkat dasar dan menengah, menetapkan beberapa pelajaran inti tertentu dalam setiap jenis sekolah yaitu: Jerman, matematika, bahasa asing pertama, ilmu alam dan sosial. Sedangkan sejarah pada jenjang tingkat dasar digabung kedalam subjek Sachunterricht¸ yaitu subjek interdisipliner tertentu yang menyediakan pengenalan pada mata pelajaran seperti ekonomi, ilmu sosial, sejarah, geografi, sains (biologi, fisika, kimia dll), dan teknologi. Penekanannya terletak pada daerah sekitar sekolah. Para siswa diharapkan untuk mempelajari rincian tentang sejarah dan geografi kota atau kabupaten mereka tinggal ataupun tentang hewan di daerah mereka yang mana terdapat dalam pelajaran biologi. Tetapi ada beberapa Länder memutuskan untuk memulai sejarah sebagai mata pelajaran tersendiri di kelas 6. Hal tersebut dimungkinkan mengingat pemerintah memberikan kesempatan yang besar kepada masing Länder untuk mengelola pelaksanaan pendidikan.

Bukan hanya sekedar mengahafal tanggal dan nama tetapi menganalisis data
      Umumnya siswa di Jerman menyukai pelajaran sejarah. Mereka tertarik dengan materi-materi sejarah yang mereka anggap penting seperti Mesir kuno, Yunani kuno, dan sejarah modern (jatuhnya tembok berlin pada tahun 1989 atau bahkan 9/11). Tetapi para murid tidak menyukai jika hanya diajarkan bagaimana menghafalkan tanggal, nama dan perjanjian karena hal itu dianggap membosankan bagi mereka. Meski metode seperti itu masih terjadi, tetapi guru-guru disana mencoba untuk tidak hanya mengajarkan tanggal, nama dan perjanjian kepada para siswa. Para siswa pada jenjang Sekolah Dasar (Grundschule) akan diajarkan sejarah yang lebih dasar, seperti sejarah tempat para siswa tinggal/sejarah lokal. Hal tersebut penting agar siswa mengenal sejarah tempat tinggalnya serta menghargai peninggalan-peninggalan sejarah yang masih tersisa disana sebelum mengenal sejarah dalam konteks yang lebih luas.
       Level materi sejarah akan terus lebih diperluas luas sesuai dengan tingkat kelas. Pelajaran sejarah dengan materi yang lebih kompleks biasanya diajarkan pada tingkat 5 atau 6 usia 10 sampai 11 tahun tergantung dari jenis sekolah. Mulai pada tingkat tersebut, siswa diajarkan untuk menganalisis data dari satu sumber sejarah dengan sumber sejarah yang lainnya. Sehingga siswa tidak hanya terpaku pada materi sejarah yang ada dibuku pelajaran, tetapi mampu mengembangkan pemahamannya melalui sumber sejarah yang satu dengan yang lainnya. Uniknya, evaluasi pembelajaran yang dilakukan selama di sekolah dilakukan dengan jenis soal essai sedangkan di perguruan tinggi mereka menggunakan jenis soal pilihan ganda (multiple choice). Hal tersebut dimaksudkan agar siswa terlatih untuk menulis, menyusun konsep berfikir, menganalisis, serta terbiasa untuk bisa menuangkan pemikiran mereka sendiri.
         Para siswa di Jerman akan mendapatkan materi sejarah dari buku-buku sejarah yang akan dibagikkan sekali setiap tahunnya. Buku-buku tersebut memuat teks materi yang ditulis oleh para sejarawan yang disertai dengan berbagai sumber-sumber asli dari peristiwa-peristiwa sejarah yang disajikan. Sumber-sumber tersebut dapat berupa gambar, teks atau data yang dikumpulkan (seperti pertumbuhan penduduk misalnya). Selain buku-buku pelajaran, siswa dan guru dapat menggunakan bahan-bahan lain sebagai media pembelajaran seperti lembar kerja, bahan audio (misalnya menganalisis pidato yang dibuat oleh Hitler dan membandingkannya dengan pidato politik modern), selain itu ada bahan video atau transparansi pada proyektor. Semakin tinggi kelas yang diajar, maka siswa akan melakukan tugas lebih banyak menggunakan sumber-sumber sejarah otentik sebanyak mungkin.
       Meski pelajaran sejarah wajib di ajarkan disekolah, tetapi pelajaran sejarah juga tidak begitu mendapatkan waktu yang banyak untuk diajarkan di Jerman. Dalam seminggu, pelajaran sejarah hanya diajarkan dua kali, masing-masing diajarkan dalam waktu 45 menit dalam satu kali pertemuan. Berbeda dengan pelajaran lainnya seperti bahasa Jerman (5 kali pertemun), bahasa Inggris atau Matermatika (4 kali pertemuan). Masalah minimnya waktu yang diberikan pada pelajaran sejarah nampaknya menjadi masalah yang sama dihadapi di Jerman. Masalah dengan pendidikan lainnya adalah media yang digunakan di sekolah. Kebanyakan sekolah Jerman tidak semua memiliki proyektor di setiap kelas. Museum sering digunakan untuk media pendidikan untuk memberikan siswa pemahaman yang lebih dalam terhadap materi yang diajarkan. Selain itu juga digunakan film atau video yang dapat digunakan melalui salah satu proyektor portabel sekolah.
       Berbeda dengan tujuan pembelajaran sejarah Indonesia yang salah satunya adalah berusaha membangun karakter dan kepribadian bangsa dengan memiliki rasa nasionalisme. Pelajaran sejarah di Jerman tidak bertujuan untuk membangun patriotisme. Hal tersebut dikarenakan pelajaran sejarah pernah disalah gunakan oleh orang-orang NAZI untuk membangun apa yang mereka rasakan sebagai perasaan yang benar tentang nasionalisme dan jadi pelajaran sejarah sekarang ini tidak memiliki tujuan semacam itu. Meski sejarah Jerman kita bisa telusuri sejak awal Masehi, tetapi kurun waktu tersebut tidak bisa benar-benar disebut “sejarah Jerman”. Konsep Jerman sebagai negara sendiri baru ada selama 60 tahun dan dipisahkan untuk 40 tahun kemudian berdasarkan Konferensi Postdam (2 Agsutus 1945). Materi mengenai bagaimana Jerman dibentuk juga dipelajari disana, tapi itu hanya salah satu bagian kecil dari kurikulum. Kurikulum tidak fokus pada Jerman saja, melainkan pada“gambaran yang lebih besar” seperti bagaimana Revolusi Perancis berdampak terhadap sejarah Eropa atau dua Perang Dunia yang terjadi disana dan serta diajarkan pula topik yang tidak secara langsung mempengaruhi Jerman seperti Perang Vietnam misalnya.

Mengajarkan Topik Kontroversial Disesuaikan dengan Kematangan Siswa
       Jerman seperti yang kita ketahui pernah memiliki beberapa fase sejarah yang kelam. Sejak terlibat dalam Perang Dunia I (1914-1918) Jerman menjadi bagian dari proses runtuhnya orde lama perang abad ke-19. Munculnya NAZI hingga pecahnya Perang Dunia II (1939-1945), Jerman menjadi negara yang menentukan jalannya sejarah dunia dengan cara traumatis dan merusak. Setelah mengalami masa perang sejak Perang Dunia I hingga II serta sempat merasakan berada di bawah pemerintahan totaliter fasis menyeret negara tersebut kedalam peristiwa-peristiwa sejarah yang mengerikan. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana Jerman mengajarkan sejarahnya kepada generasi selanjutnya setelah ia pernah mengalami sejarah kelam masa lalu?
      Topik kontroversial dalam sejarah tentu selalu ada. Namun terkadang materi ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk bagaimana mengajarkannya secara hati-hati. Supaya siswa tidak melihat peristiwa tersebut hanya dari unsur subyektif yang tidak mungkin akan tetap menjadi pemahaman yang dianggap siswa paling benar sehingga mempengaruhi sikapnya dalam berinteraksi dalam berkehidupan di masyarakat.
       Di sekolah Jerman, topik kontroversial diajarkan melalui perspektif dari beberapa peserta. Contohnya seperti materi Perang Dunia II yang diajarkan di tingkat 9 (14-15 tahun), di sini siswa berfokus pada perspektif Amerika Serikat, Perancis, Rusia dan Jerman. Guru membantu siswa untuk memahami mengapa orang-orang itu (Amerika Serikat, Perancis, Rusia dan Jerman) berpikir perlu untuk memulai Perang Dunia I dan mengapa setelah kurang dari 20 tahun setelah perdamaian akhirnya Perang Dunia II pecah. Topik-topik kontroversial memang disampaikan pada tinggkat kelas tersebut, tetapi karena waktu yang terbatas materi-materi tersebut sebagian besar tidak dilakukan secara terperinci di kelas ini. Pembahasan untuk topik-topik kontroversial lainnya lebih diperdalam pada tingkat kelas 12 (17-18 tahun) dan di sini siswa dan guru akan membahas lebih dekat pada topik yang lebih kontroversial seperti rezim Nazi, kamp-kamp konsentrasi atau kebijakan Hitler terhadap Kaum Yahudi. Selain siswa dianggap cukup umur untuk memahami dampak dari apa yang terjadi di masa lalu, mereka juga dapat membentuk pendapat mereka sendiri tentang bagaimana untuk menangani dengan sejarah peristiwa masa lalu tersebut.
       Jerman pernah menghadapi krisis akibat kalah Perang Dunia I, karena tekanan utang dan inflasi yang tinggi menyebabkan masyarakat tidak puas sehingga terjadi kekisruhan yang menjadikan sistem kekaisaran Kerajaan Jerman runtuh. Setelah itu bangsa Jerman sepakat untuk menganut negara republik dengan sistem demokrasi yang dideklarasikan di Kota Weimar. Namun, karena pengalaman bangsa Jerman dalam demokrasi tidak sematang Prancis atau Amerika, pemerintahan republik itu pun akhirnya menemui kegagalan. Jerman pun mengalamai masalah ekonomi yang serius terutama tahun 1929 saat dunia dilanda krisis keuangan besar-besaran. Adolf Hitler kemudian muncul dengan diusung oleh Nazi sebagai partai politik yang berjanji untuk mengatasi semua masalah rakyat saat itu. terjadi perbaikan hidup masyarakat lewat pemulihan ekonomi. Tapi karena tak ada pengawasan dalam pemerintahan sistem totaliter tersebut, akhirnya membawa Jerman pada kondisi perang lagi, yang ternyata dampaknya lebih dahsyat bagi masyarakat Jerman. Meletuslah Perang Dunia II, Jerman mendapat perlawanan dari banyak negara. Jerman pun kalah perang lagi pada PD II dan harus menghadapi pembagian Jerman menjadi dua Jerman Barat dan Jerman Timur. Jika belajar dari sejarah Jerman, kita akan bertanya mengapa Jerman yang pernah jatuh bangun serta pernah berada pada fase sejarah yang kelam mampu bangkit bahkan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi besar di Eropa. Jerman tentu tidak bisa melepaskan peristiwa dimasa lalu begitu saja yang sedikit atau banyak mempengaruhi Jerman saat ini. Upaya Jerman untuk mengajarkan sejarahnya bukan hanya semata melalui nama, tanggal, tempat dan peristiwa tetapi lebih jauh dari itu yaitu membangun kesadaran sejarahnya. Melalui metode belajar analitif serta menyesuaikan umur pada materi-materi kontroversial mampu memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para siswa dalam memandang sejarahnya sendiri.

No comments: