Sunday, February 3, 2013

Article : Letter from Germany by Wintarsih

Group Study Visit : Bukan “Plesiran” Biasa
History Goes To Germany (HGTG)
Group Study Visit and Seminars Scholarship by DAAD
Jurusan Sejarah – Universitas Negeri Jakarta
7-18 Nopember 2012

Kesempatan Belajar sambil mengenal Negara Jerman

      Sejak tanggal 7-18 November 2012, sepuluh orang mahasiswa jurusan sejarah dari Universitas Negeri Jakarta mendapatkan kesempatan untuk melakukan kunjungan studi di tiga Universitas Pendidikan di Jerman selama 12 hari. Beasiswa tersebut merupakan salah satu program beasiswa yang ditawarkan oleh DAAD (Deutscher Akademischer Austausch Dienst/German Academic Exchange Service). Melalui beasiswa Group Visits to Germany by Foreign Students (Study Trips / Study Seminars and Practicals), DAAD sebagai pihak penyelenggara beasiswa memberikan kesempatan kepada sekelompok mahasiswa dari negara lain untuk melakukan kunjungan studi/seminar, ataupun kegiatan praktek di Negera Federal Republik Jerman yang diketuai oleh satu orang dosen pembimbing.
     Beasiswa tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada para mahasiswa dari negara lain selain Jerman untuk berbagi pengetahuan yang berkaitan dengan subyek yang ingin dipelajari oleh partisipan dengan seminar, kunjungan studi, dan lain-lain. Beasiswa tersebut juga bertujuan untuk memfasilitasi pertemuan akademis dengan mahasiswa, akademisi dan peneliti Jerman. Selain tujuan akademis, beasiswa ini juga memfasilitasi partisipan untuk mempunyai pengetahuan mengenai negara Jerman dari sudut pandang politik, ekonomi dan kebudayaan. Jadi, selain akan mendapatkan kesempatan untuk bertukar ilmu dengan orang-orang di universitas di Jerman kita juga akan diberikan kesempatan mengenal budaya, menikmati berbagai peninggalan sejarah, serta kehidupan sehari-hari di Jerman selama perjalanan tersebut.
Adapun persyaratan dalam pengajuan beasiswa tersebut adalah sebagai berikut : 1) Mahasiswa yang telah duduk di semester ke dua atau lebih 2) kelompok minimal berjumlah 10 orang, maksimal 15 orang 3) Ada satu dosen pembimbing 4) melengkapi paper aplikasi dan terakhir 5) partisipan harus membiayai sendiri biaya perjalanan internasional (international travel cost) seperti tiket pesawat pulang pergi dan biaya visa karena DAAD hanya membiayai biaya makan, akomodasi, transportasi lokal di Jerman serta asuransi kesehatan.

Gagal, Coba Lagi !

      Meski kami sempat gagal pada aplikasi pertama, itu tidak membuat kami menyerah. Aplikasi beasiswa yang dibuka tiga kali dalam setahun (Januari, April, dan Oktober) menjadi pemicu kami untuk berusaha mencoba mengajukan aplikasi kembali. Seleksi penerimaan beasiswa tersebut sangat ketat. Ada berbagai universitas di Indonesia yang mengajukan aplikasi setiap tahunnya. Selain harus mengisi form aplikasi dengan benar, memiliki alasan yang kuat mengapa kita layak dipilih, kita juga harus mendapatkan surat undangan (Proof of contacts) dari universitas yang ingin kita kunjungi di Jerman. Inilah yang membuat kami gagal dalam aplikasi yang pertama karena cukup sulit untuk mendapatkan surat undangan tersebut.
Dibutuhkan adanya jaringan kerjasama antar universitas agar bisa mendapatkan Invitation Letter. Sehingga penting bagi universitas untuk menjalin kerjasama dengan universitas yang ada di Jerman. Biasanya universitas disana sulit untuk mau memberikan surat undangan kepada universitas yang tidak memiliki jaringan kerjasama dengan universitas mereka. Pada saat itu kami belum memiliki kerjasama dengan universitas di Jerman, sehingga kami harus mencari sendiri universitas-universitas disana yang mau memberikan surat undangan kepada kami.
      Ada cerita unik bagaimana akhirnya kami berhasil mendapatkan invitation letter tersebut. Sebelumnya sudah dituliskan bahwa kami belum memiliki kerjasama dengan universitas-universitas di Jerman, baik dalam bentuk Memory of Agreement yang sifatnya antar Jurusan ataupun Memory of Undestanding untuk tingkat fakultas dan universitas. Mau tidak mau kami harus mencari satu persatu universitas yang sesuai dengan studi kami yaitu pendidikan sejarah. Dari sekian ratus universitas yang ada di Jerman, setidaknya seratus email kami sudah kirimkan kepada beberapa universitas-universitas tersebut. Setiap hari kami membuka email berharap ada satu surat kami yang akan dibalas dan mendapatkan surat undangan dari mereka. Ternyata semua itu tidak semudah yang kami bayangkan. Dalam aplikasi kami yang pertama bulan Januari kami mendapatkan satu buah surat undangan dari Universität Kassel. Sayangnya kami gagal dalam seleksi di Jakarta sebelum sempat diseleksi di Bonn. Dalam aplikasi kedua, kami mencoba menjalin komunikasi lebih intens kepada universitas-universitas pendidikan disana khususnya fakultas sejarah sesuai dengan studi kami. Selama kami menjalin komunikasi dengan universitas-universitas di Jerman untuk mendapatkan surat undangan tersebut tidak jarangan kami mendapatkan surat penolakan. Alasannya adalah karena kami belum memiliki kerjasama dengan universitas mereka. Inilah mengapa jalinan kerjasama dengan universitas-universitas di luar negeri menjadi penting dalam upaya mewujudkan pendidikan yang lebih global. Hal tersebut juga menjadi salah satu tujuan kami menapatkan beasiswa ini, menjalin komunikasi khususnya di Jerman untuk bisa bekerjasama di masa yang akan datang.
      Deadline aplikasi kedua jatuh pada bulan April. Belum ada satu surat undangan pun yang kami terima pada bulan Maret. Kami sempat merasa ingin menyerah. Bongkar pasang anggota kelompok mulai membuat kami goyah. Tapi keinginan kami untuk mewujudkan mimpi untuk bisa merasakan studi disana, buat kami bertahan. “ Just do it, you will find the way “, nasehat dosen pembimbing kami Bu Kurniawati. Kami percaya, orang-orang yang terus percaya pada mimpi-mimpinya dan bersedia berkorban pasti akan menemukan jalan untuk mewujudkannya. Dua minggu menjelang batas penyerahan aplikasi, kami mendapatkan respon positif dari tiga universitas pendidikan di Jerman. Ketiga universitas pendidikan tersebut akhirnya bersedia mengundang kami untuk melakukan kunjungan studi bahkan seminar mengenai pendidikan sejarah disana. Universitas tersebut diantaranya Universität Augsburg, Pädagogische Hochschule Ludwigsburg, dan Pädagogische Hochschule Heidelberg.

Karena Sejarah Kami Bisa ke Jerman
      Masuk jurusan sejarah itu nekat, bunuh diri, madesu! Berapa banyak orang yang memang berniat kuliah dijurusan sejarah? Apakah orang tua anda iklhas, anaknya masuk jurusan sejarah? Paradigma yang menjadikan sejarah momok bagi sebagian orang bukan hanya terjadi pada pelajaran sejarah di tingkat sekolah. Tetapi percaya atau tidak, hal tersebut juga dirasakan oleh kami mahasiswa yang kuliah di jurusan sejarah (kami mahasiswa pendidikan sejarah). Rasa kurang percaya diri menjadi mahasiswa sejarah yang dipandang orang sebagai pelajaran membosankan, mempunyai beban sendiri bagi kami. Belum lagi kedudukan pelajaran sejarah yang kurang mendapatkan tempat yang layak dinegara ini menambah buram potret pendidikan sejarah. Sebut saja empat mata pelajaran wajib sebagai standar kelulusan siswa, tidak satupun diantaranya adalah pelajaran sejarah. Mungkinkah apa yang diucapkan oleh Presiden Soekarno bahwa bangsa Indonesia jangan pernah sekali-sekali melupakan sejarah (JASMERAH) hanya sekedar slogan? Lalu mengapa pelajaran sejarah diajarkan diseluruh dunia? Bukankah pasti ada sesuatu yang penting sehingga mengapa pelajaran tersebut dipelajari hingga saat ini.
       Jerman memiliki masalah yang sama. Bagaimana negara tersebut mampu bangkit setelah dua kali kalah dalam perang dunia. Bagaiman Jerman mengajarkan sejarahnya kepada generasi selanjutnya. Hal tersebut mendorong kami untuk mengkaji lebih jauh lagi. Kami berharap melalui program ini bisa mendapatkan pengetahuan baru mengenai perkembangan pembelajaran sejarah dan pendidikan guru sejarah disana. Meski harus menghadapi delapan universitas-universitas negeri lainnya (UI, UGM, ITB, IPB, UNPAD, UIN, UNY, UPI) kami tetap yakin akan mendapatkan kesempatan ini. Umumnya kelompok mahasiswa yang mendaftar dari berbagai universitas tersebut berasal dari jurusan tekhnik, arsitektur, kimia, fisika, dan ilmu terapan lainnya yang sebelumnya sudah memiliki kerjasama dengan universitas-universitas di Jerman. Sempat berkecil hati, mengingat kelompok mahasiswa dari berbagai universitas ternama di Indonesia tersebut selalu memenangkan beasiswa tiap tahunnya. Tetapi, kami juga harus yakin karena latar belakang studi kami yang berbeda dari lainnya yaitu pendidikan khususnya pendidikan sejarah. Itulah keunikan kelompok kami.
        Lolos seleksi di Indonesia, kami masih harus menunggu seleksi di Bonn. Kantor pusat DAAD di Bonn bertugas menyeleksi semua aplikasi beasiswa yang masuk dari seluruh negara yang bekerjasama dengan DAAD. Kelompok kami hanya satu dari berpuluh-puluh kelompok yang mendaftarkan aplikasi yang sama untuk mendapatkan beasiswa ini. Bagi kelompok yang diterima akan mendapatkan surat langsung dari DAAD di Bonn, Jerman. Pengumuman diberikan pada bulan Juli, kembali kami harus bersabar menunggu kabar. Setelah menunggu sejak april, surat dari Bonn akhirnya pun datang. “Dear Applicant, We are very pleased to be able to fund and organise your study trip”. Bunyi awal surat tersebut.
       Tidak tergambar lagi kesenangan kami menerima surat yang hampir satu tahun lalu kami berusaha dapatkan. Akhirnya semua akan terwujud, DAAD menerima aplikasi kami dan bersedia merancang program untuk studi di sana, di Jerman. Ya, Jerman, negara yang hanya kami pelajari dibuku-buku, negara yang hanya pernah kami diskusikan dalam ruang-ruang kuliah. Negara yang menjadi inspirasi kami karena sejarahnya, akhirnya kami berkesempatan kesana. Semua karena sejarah.

Melihat, Berbagi, dan Merasakan Sendiri Sensasi Belajar di Luar Negeri

      Selama 12 hari, DAAD merancang program kunjungan studi kami di Jerman. Ditemani oleh Mrs Carin Lebenstadt, tour guide yang dikirim oleh DAAD untuk menemani perjalanan kami selama disana. Sebagai pemandu yang berpengalaman, Carin, begitu sapaan akrabnya harus memastikan program yang telah dirancang berjalan dengan baik. Semua harus Preparation Perfect Performance, dipersiapankan dengan matang sesuai dengan karakter orang Jerman. Berbagai program dirancang oleh DAAD, mulai dari kunjungan studi ke universitas, pengenalan sejarah Jerman melalui kunjungan ke situs bersejarah, sampai kegiatan untuk mengenal budaya dan kehidupan nyata masyarakat disana. Untuk kunjungan studi, kami berkesempatan untuk mengunjungi tiga universitas pendidikan di Jerman yaitu Universität Augsburg, PH Heidelberg, dan PH Ludwigsburg. Ketiganya adalah universitas yang bersedia memberikan invitation letter saat pengajuan aplikasi beasiswa. Selama kunjungan studi ke universitas, kami berkesempatan untuk melihat bagaiman proses belajar dan mengajar di sana. Kami juga melakukan pertemuan dengan beberapa mahasiswa untuk berdiskusi seputar pendidikan, sejarah dan budaya Jerman.
       Kemandirian, penghargaan terhadap waktu, serta semangat untuk bertanya dan menggali ilmu sebanyak mungkin adalah beberapa hal yang langsung terasa oleh kami saat mengikuti beberapa kelas perkuliahan disana. Ada satu kebiasaan unik yang selalu dilakukan oleh para mahasiswa setelah perkuliahan berakhir. Mereka akan mengetukan tangan beberapa kali ke meja, tanda mereka menghormati dosen yang sudah memberikan perkuliahan. Kami juga berkesempatan melihat langsung pembelajaran sejarah di Holbein-Gymnasiums Augsburg, salah satu sekolah menengah yang didirikan sejak masa Abad Pertengahan. Disana kami melihat langsung siswa-siswi belajar sejarah dan berinteraksi dengan guru-guru disana. Selain berkesempatan untuk belajar bersama, kami juga diperkenalkan dengan sejarah dan budaya Jerman. Kami mengunjungi beberapa tempat bersejarah seperti pemukiman sosial tertua Fugerei di Augsburg, Istana Scwhetzingen, Kastil Heidelberg, Camp Memorial NAZI di Vaihingen/Enz. Kami juga diperkenalkan dengan kuliner khas Jerman melalui kunjungan ke Swabian Restaurant, merasakan sensasi makan Gennoci mie khas Jerman, serta mencicipi Döner kebab Turki yang menjadi salah satu alternatif makanan disana. Ada begitu banyak pengalaman berharga yang kami dapatkan selama kunjungan studi tersebut. Sebuah pengalaman berharga dapat belajar bersama-sama dengan mahasiswa disana, mengetahui budaya akademik, sejarah, dan budaya mereka.

Tetap Melangkah Meski Tidak Mendapat Dukungan Penuh
      Meski surat pemberitahuan sebagai penerima beasiswa DAAD sudah kami kantongi, ujian yang harus kami hadapi belum berakhir. Bagaimana mengumpulkan uang untuk biaya international travel cost (tiket pesawat dan visa)? Sedangkan pihak DAAD memberikan batas waktu 1 bulan sejak menerima surat tersebut untuk mengirimkan bukti booking tiket pesawat. Bagaimana kami mendapatkan uang 12800 USD (Rp. 12.500.000/orang) dalam waktu sesingkat itu. Tidak ingin berpangku tangan, segala cara dan usaha kami lakukan. Mulai dari mengirimkan proposal ke berbagai perusahaan, organisasi, departemen pemerintahan yang sebenarnya sudah kami usahakan sejak sebelum mendapatkan surat penerima beasiswa DAAD. Dari sekian banyak pihak-pihak yang kami datangi tersebut belum bersedia memberikan bantuan dana dengan alasan tidak memiliki dana untuk acara seperti ini. Harapan kami kini bergantung pada kebijakan jurusan, fakultas, dan universitas. Disinilah kami menggantungkan harapan untuk berpulang dan mendapatkan dukungan. Berbagai pihak yang berkepentingan kami datangi, sistem birokrasi yang ada kami turuti demi satu tujuan membawa nama jurusan, fakultas, dan universitas disana. Kami patut berbangga, karena menjadi jurusan pertama mewakili Universitas Negeri Jakarta menerima beasiswa group study visit and seminar DAAD ini.
        Namun harapan tersebut kian menipis. Berbagai jalan diplomasi yang ditempuh selalu mentok. Jawaban yang diberikan selalu sama, tidak ada dana. Sempat kecewa dan berkecil hati, namun kami harus sadar dan berhati besar melihat kondisi dan situasi universitas tercinta
ini yang katanya memang tidak ada dana. Meski begitu, kami tidak menyerah. Bertebal muka, kami mencoba merncari jalan usaha untuk mengumpulkan dana. Berbekal bantuan 1 juta rupiah permahasiswa yang diberikan oleh PR III untuk pembuatan visa, kami mencoba memutar modal untuk usaha. Kami memutuskan berjualan baju (t-shirt) kepada para mahasiswa, dosen, dan alumni. Satu baju dihargai Rp. 85.000, alhamdulillah terjual sebanyak 75 baju. Keuntungan hasil berjualan ditambah berbagai sumbangan yang diberikan oleh dosen dan para alumni kami mendapatkan sekitar Rp. 3.500.000 dan bantuan POM sebesar Rp. 5.000.000. Pada akhirnya kami harus puas mendapatkan bantuan alakadarnya dan menambal kekurangan dengan uang pribadi masing-masing.
        Meski terasa amat berat, kami mencoba untuk tetap melangkah. Yakin, bahwa kesempatan ini adalah sebuah pembuktian diri bahwa kami bisa dan mampu bersaing. Demi mewujudkan sebuah upaya sederhana kami dalam meningkatkan kualitas diri sebagai calon pendidik yang tidak hanya berwawasan lokal ataupun nasional tetapi memiliki kesadaran untuk mau dan mampu mengembangkan diri dalam tingkat internasional, salah satunya melalui beasiswa ini. Kami juga berharap mampu membuka pintu kepada para adik-adik kami untuk bisa melanjutkan bahkan melangkah lebih jauh lagi dari apa yang sudah kami raih ini. Membuka peluang untuk menjalin kerjasama dengan universitas disana pada akhirnya. Membuktikan bahwa UNJ bisa.
Walaupun tidak mendapatkan dukungan penuh dikampus sendiri serta adanya cibiran sana-sini, kami tetap yakin usaha ini tidak akan sia-sia. Meski ada tanggapan miring yang menyamakan kegiatan ini layaknya “plesiran” DPR, maka hal itu sama sekali salah besar. Jika memang kegiatan ini layaknya “plesiran” yang kerap dilakukan oleh DPR maka kami tidak perlu mengeluarkan uang pribadi untuk membeli tiket pesawat sedangkan anggota DPR ditanggung oleh rakyat. Sungguh ini bukan sebuah “plesiran” biasa, karena ada usaha dan pengorbanan yang jauh lebih luar biasa untuk bisa meraihnya.
         Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang dengan kebesaran hati mau membantu kami. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak dari Universität Augsburg, PH Heidelberg, PH Ludwigsburg, teman-teman jurusan, dosen, alumni dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan caranya masing-masing telah membantu kami untuk membuat semua ini terwujud. Semoga upaya ini tidak berhenti disini, semangat untuk melakukan yang lebih baik lagi masih harus akan terus terjadi.

Wintarsih
Mahasiswa Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
Melihat Pembelajaran Sejarah di Jerman (1): Arti Penting Pembelajaran Sejarah di Jerman
Oleh : Wintarsih

No comments: